Rabu, 02 Februari 2011

MIRCEA ELIADE

Riwayat Hidup Mircea  Eliade
Mircea Eliade dilahirkan di Bucharest pada tanggal 9 Maret 1907, anak seorang pegawai kemiliteran Rumania. di masa kecilnya, Eliade suka menyendiri, menyenangi sains, sejarah dan menulis. karena keseriusannya dalam menulis sehingga pada usia 18 tahun dia merayakan penerbitan artikelnya yang keseratus. oleh karena itu dia diminta oleh penerbit Surat kabar setempat untuk menulis kolom fiktif dan meresensi buku.
Eliade menjalankan studinya di Universitas Bukharest dan Italia Eliade mempelajari pikiran-pikiran mistik platorus dari tokoh-tokoh renesainse Italia, disaat mempelajari pemikiran ini dia bertemu dengan pemikiran hindu dan yang menitik beratkan penyatuan spiritual dengan roh agung (supreme soul) diluar dunia ini, selanjutnya dia melanjutkan studinya ke India dibawah bimbingan ilmuawn Surandath Dasgupta. dipenghujung tahun 1928 Eliade diterima di universitas Calcuta dengan bekerja di rumah Dasgupta. namun karena pergaulannya dengan Dagupta begitu dekat dengan berat dia pasangan dan pembimbingnya itu dan beralih mendalami ajaran yoga di Himalaya. diakhir pengalamannya di India dia menyatakan bahwa pengalamannya di India dtelah memberi kesan yang sangat mendalam bagi hidupnya. Terutama karena dia telah menemukan tiga hal : pertama, bahwa jalan hidup bisa berubah dikarenakan sebuah pengalaman sacra mental, kedua, simbol merupakan kunci membuka dunia spiritual. ketiga, semua itu dapat ditemukan dan digali di anak benua India.
            Pada tahun 1931, setelah tiga tahun menetap di India, Eliade kembali ke Rumania untuk menunaikan tugas militerdi Rumania kemudian dia meneruskan bakat menulisnya sampai tahun 1933 dalam usia yang sangat muda 26 tahun, dia telah menjadi seorang selebritis dengan terbitnya novel yang berjudul Maiberayl (Bengal night) yang diilhami oleh kisah cintanya dengan putri Dasgupta.
            Pada tahun 1936 dia mempublikasikan sebuah karya yang merupakan disertasi doktoralnya yang berjudul “Yoga” : an Essays on the originas of India Mystical Theology” . Studi yang dimuat dalam disertasinya ini merupakan salah satu karyanya dibidang itu. setelah mendapat title doctor ia kemudian mengajari di universitas Bucharest sebagai asisten salah seorang filosof berpengaruh bernama Nae Ionesco yang dikenal sebagai pemimpin organisasi Nasionalis Rumania.
Pada masa perang dunia II, Eliade diangkat pemerintah Rumania sebagai seorang diplomat dan bertugas di Lisbon, Portugal. setelah perang usai dia memilih untuk tidak kembali ke negerinya akan tetapi dia memilih untuk menetap di Paris, dan kemudian mendapat kesempatan untuk emngajar di Ecole des Houtes Etudes. disana dia berhasil menyelesaikan dua buku penting yang berisi wacana pemikiran yang berpengaruh yaitu Patern in Compartive Religion (1949) dan The Myth of eternal Return.
            Pada tahun 1950-an setelah memberikan kuliah-kuliah di Universitas Chicago dia memperoleh gelar professor dari Divinity School dan pada tahun 1962 dia menjadi professor yang ternama, dan seorang ahli agama India, kemudian ia menjadi seorang penasehat bagi generasi muda yang bersemangat untuk meneliti hal-hal mistik terutama yang berasal dari India, dengan bimbingannya itu kemudian setelah 20 tahun kemudian lahirlah 30 orang profesor dibidang perbandingan agama dari yang asalnya hanya 3 orang dengan demikian Mircea Eliade telah melakukan perjalanan studinya sekaligus rohaninya dari mulai India sampai Amerika yang berarti telah mempertemukan dua kutub yang berbeda yaitu timur dan barat.

Karya-karya Mircea Eliade


  1. The Pat of comparative Religion
  2. The Myth of Eternal Return
  3. The Scared and Profane
  4. Methodological Remarks on the of Religious Symbolism, Uch Press 1959, The History of Religion : Essay in Methodology
  5. Ordeal by Labyrinth : Conversationl with Claude Levy – Strauss Rogouet, Unch. Chicago. 1979).
  6. An Orgn Of Indian Mystical Theology, Unch Press Chicago. 1939.

PEMIKIRAN-PEMIKIRAN MIRCEA ELIADE
Konsep yang Sakral dan yang Profan
Mircea Eliade dalam penjelasannya mengenai kebudayaan masyarakat timur pada saat itu mengemukakan sebuah penjelasan tentang yang Sakral dan yang Profan. kedua hal tersebut berhubungan dengan upacara-upacara ritual dan kepercayaan masyarakat India tentang sesuatu yang luar biasa dan menjadikannya sangat istimewa.
Buku The Scared and the Profane (1957) merupakan pengantar singkat yang menjelaskan bahwa dalam memahami agama haruslah mendalam dan diawali oleh langkah yang benar. Eliade menyatakan bahwa para sejarahwan harus keluar dari peradaban modern. dan mencoba untuk memahami kehidupan Archaic (Kuno) dan sangat berbeda dengan kehidupan masa kini. begitu pula untuk memahami arti yang sacral dan yang profane hanya dengan memasuki dunia Archaic lah kita dapat mendapatkan pengetahuan yang luas dan memahami kedua konsep tersebut.
Eliade menjelaskan tentang yang profane adalah bidang kehidupan sehari-hari, yaitu hal-hal yang dilakukan secara acak atau teratur dan sebenarnya tidak terlalu penting. secara ringkas yang profane adalah sesuatu yang biasa dan tidak istimewa. dan dalam kehidupan manusia sangat banyak sekali hal yang biasa.
Adapun yang sacral adalah wilayah yang supranatural, sesuatu yang ekstraordinasi, tidak mudah dilupakan, dan teramat penting.

Yang sakral merupakan hal yang luar biasa
Eliade menjelaskan fenomena yang sacral dalam kebudayaan India yang terdapat dalam ajaran Hindu, Weda adalah suatu hal yang veda merupakan pengetahuan suci, kebijaksanaan suci yang terutama terkandung dalam kumpulan teks yang merupakan wahyu. Kumpulan pertama disebut Sruti, yang merupakan autoritas pertama dalam hal hal religius, mengandung kebenaran ilahi yang sudah dikomunikasikan dan sejak zaman dahulu, baik secara lisan maupun tulisan, serta diturunkan dari generasi ke generasi, kumpulan yang kedua dinamakan smriti, sruti atau smriti keduanya merupakan sesuatu yang sacral dan yang sacral itu dibacakan oleh seseorang maka akan memberikan pengaruh yang luar biasa, hal itu berbeda dengan tulisan biasa maka ketika dibacakan tidak akan berdampak luar biasa ataupun berkekuatan magis akan tetapi tulisan yang sacral ini sangat istimewa.
Pada kepercayaan Hindu zaman dahulu ada anggapan bahwa tidak sembarang orang boleh membedakan atau bahkan mendengar kitab veda. kitab veda cenderung bersifat exlusif bagi orang-orang tertentu yaitu ras arya terutama golongan brahmana. kasta brahmana yang merupakan kasta tertinggi mempunyai wewenang yang lebih dibandingkan yang lain, mereka berhak membaca mengkaji dan mengajarkan veda kepada yang lain. Kesakralan veda berlanjut kepada kesakralan mereka yang dianggap orang suci sebagai pemegang veda. mereka pun berhak melakukan perbuatan kasar kepada kasta dibawahnya yaitu kasta sudra apabila orang-orang sudra berani membaca veda maka seseorang sudra berhak memotong lidahnya. bahkan ketika orang sudra hanya mendengarkan petikan veda pun maka seorang brahmana berhak mencucurkan timah panas ketelinganya.
Hal tersebut diatas adalah suatu anggapan bagaimana kitab suci veda begitu sacralkan, sehingga ketika orang sudra berani membacakan kitab Veda maka akan mengotori kitab itu dan mengurangi kesakralannya, tidak mudah dilupakan dan teramat sangat penting.
Eliade menyatakan pemikirannya tentang yang profane adalah sesuatu yang biasa saja, suatu tempat dimana manusia bisa berbuat salah, bersifat berubah dan dipenuhi chaos.  Yang profane merupakan kebalikan dari yang sacral, manusia mengganggu. yang profane tidak begitu istimewa dan yang terlebih hal itu diluar supranatural.
Konsep Eliade tentang yang sacral sangat dipengaruhi oleh pemikiran Rudolf Otto, Eliade mengatakan bahwa dalam perjumpaan dengan yang sacral, seseorang seseorang merasa disentuh oleh sesuatu yang nir yang duniawi. tanda-tanda orang yang mengalami perjumpaan ini adalah diantaranya, mereka sedang menyentuh sesuatu realitas yang belum pernah mereka kenal, sebuah dimensi dari eksistensi yang maha kuat, sangat berbeda dan merupakan realitas abadi yang tiada bandingnya.
Eliade mengemukakan contoh-contoh tentang bagaimana seriusnya orang-orang tradisional dalam memahami atau menerapakna metode ilahiah. Otoritas yang sacral mengatur semua kehidupan. misalnya dalam membangun perkumpulan baru. Masyarakat Arkhais (kuno) tidak serta merta memilih tempat. suatu perkampungan mestilah didirikan pada tempat yang memiliki “ Hyerophany “(berasal dari bahasa Yunani hieros dan pharncien yang berarti penampakan yang sacral. tempat tersebut dianggap sebagai titik sentral cosmos karena pernah dikunjungi roh nenek moyang. Biasanya titik pusat yang sacral ini ditandai dengan sebuah pancang, tiang atau benda-benda lain yang menancap ke tanah dan menjulang ke langit. tanda-tanda ini melambangkan tiga bagian alam semesta, surga, bumi dan lapisan bawah bumi (tanah). tanda-tanda tersebut bukan hanya dianggap sebagai axis mundi yang berasal dari bahasa Yunani yang mempunyai arti pusat `dunia yang berfungsi sebagai poros utama, tiang penyangga  tempat kehidupan berputar. 
Sesuatu hal yang biasa saja dan terdapat banyak dikehidupan sehari-hari bisa menjadi luar biasa, sebagai contoh bagi masyarakat kuno pemuja dewa-dewa dan didalam peribadatan terlihat dengan menyembah patung sebagai tanda kebesaran. dewa tersebut sebenarnya ada dua hal yang menarik untuk diungkap . pertama, sebuah patung yang terbuat daribatu atau kayu besar yang hanya sebuah benda dan bersifat natural. dan kedua, dewa yang dianggap mempunyai kekuatan luar biasa dan bersifat supranatural. yang sakral (dewa) bisa sifat menghadirkan kesakralannya dalam yang profan (patung) melalui suatu proses yang disebutkan oleh Eliade sebagai “Dialektika yang Sakral”.
Dialektika yang sakral mengandung arti adalah proses mengalirnya yang supranatural dalam kepercayaan bangsa Yunani kuno diasosiasikan dengan lambang “R” maka pada saat itu terjadi Dialektika yang sakral, dengan keyakinan bangsa Yunani terhadap lambang tersebut dapat mewakili kedahsyatan dan kebesaran dewa Zeus.
Secara lebih terperinci Eliade mengemukakan tentang simbol pada masyarakat kuno yaitu dengan penyimbolan dewa langit. dewa-dewa langit menyiratkan sebuah kekuasaan yang berada diatas kita, sesuatu yang tidak terbatas dan kekal abadi dan umumnya langit melambangkan kehidupan surga.
Dalam kepercayaan masyarakat suku, Yoruba di Afrika mereka mempercayai dewa yang berdiam di langit.


Simbol dan Mitos
Mircea Eliade kemudian mengemukakan konsep symbol yang terdapat pada masyarakat kuno dalam mendeskripsikan yang sacral dalam pengalaman normal secara tidak langsung (indirect experience) yang dapat ditemukan dalam simbol-simbol dan mitos-mitos. simbol-simbol itu didasarkan pada prinsip kemiripan dan analogi bentuk dan karakter-karakter sesuatu yang menyebabkan sesuatu itu satu sama lain. begitu pula dalam pengalaman  keagamaan terdapat hal-hal yang kelihatannya sama dengan yang sakral atau menandakan tentang adanya yang sakral dan dapat membuka pintu kepada jalan supranatural. mitos-mitos juga merupakan simbol-simbol yang berupa narasi. mitos bukan hanya sekedar sebuah imajinasi atau petanda-petanda, melainkan imajinasi-imajinasi yang dimuat kedalam bentuk cerita yang mengisahkan dewa-dewa leluhur, para ksatria atau dunia supranatural lainnya.
Dalam kepercayaan hindu terdapat mitos yang terdapat dalam cerita-cerita pewayangan seperti dalam cerita kitab Mahabrata yang mengisahkan peperangan antara perseteruan Pandawa dan Kurawa yang melambangkan perseteruan antara kebaikan dan keburukan, dan disini dapat diceritakan tentang adanya kekuatan dewa Indra sebagai seseuatu yang sakral yang membantu pihak pandawa untuk mengalahkan kejahatan Kurawa walaupun pandawa berkekuatan lebih kecil dalam jumlah dibandingkan dengan kurawa. akan tetapi dengan kekuatan yang sakral tersebut dapat mengalahkan kurawa dan menegakkan keadilan dan perdamaian.
dalam mitologi Yunanipun terdapat kisah-kisah yang menggambarkan tentang adanya kekuatan yang sakral” yang menguasai alam ini ataupun bersatu dengan anasir-anasir alam. seperti kisah tentang dewa Zeus sebagai dewa tertinggi dan diasosiasikan dengan petir ditangannya lalu dibangunlah kuil-kuil untuk pemujaan kepada dewa zeus disertai adanya persembahan-persembahan dan kurban-kurban.
Dalam kuil persembahan dewa Zeus altar tempat pemujaan dewa Zeus kemudian terdapat lambang “R” yang merupakan simbol sakral dewa Zeus, mereka beranggapan masyarakat Yunani dengan lambang “R” ini akan dapat mengantarkan pengalaman mereka kepada dewa zeus tersebut.,
Dalam kepercayaan kristenpun terdapat tanda salib yang oleh sebagian mereka dapat mengantarkan kepada Tuhan Yesus yang mati ditiang salib sewaktu menitis menjadi manusia  yang lahir dari perawan suci Maria untuk menebus dosa manusia. tanda salib itupun terkadang digunakan untuk menghalau kekuatan-kekuatan gaib yang jahat. karena dengan tanda salib tersebut  umat kristiani akan terlindungi.
Eliade kemudian dalam bukunya Pattern in comparative Religionmenyatakan tentang simbol-simbol yang sebenarnya berasal dari hal yang biasa saja dan termasuk wilayah profan. akan tetapi, sewaktu-waktu yang profan tersebut dapat ditransformasikan kedalam yang sakral, seperti sebuah batu sekuntum bunga, sebatang pohon ataupun sebilah keris bisa saja menjadi sesuatu yang sakral asalkan manusia memenuhi dan meyakininya sebagai sesuatu yang dahsyat dan luar biasa.
Disamping simbol-simbol besar seperti langit dan bulan, alam pikiran masyarakat archais juga dipenuhi oleh imajinasi-imajinasi yang lebih rendah. misalnya dimanapun melambangkan alam tanpa bentuk. sebagai makhluk yang baru dalam ritual ritual imitasi dan pertobatan, air berfungsi sebagai pembersih dan penghapus dosa-dosa yang telah dilakukan serta mengembalikan kita kepada sesuatu yang tanpa wujud. dalam ritual hindu sungai gangga dijadikan tempat untuk mensucikan diri, air digunakan dalam ritual pembaptisan pada agama kristen, serta airpun digunakan umat Muslim pada saat mereka bersuci sebelum melaksanakan shalat.
Simbol bebatuan melambangkan hal berbeda dengan air batu memiliki substansi yang keras, kasar dan tidak berubah. ukuran sebuah mata menandangan kehadiran sesuatu yang amat mengagumkan sekaligus menakutkan, memberikan janji-janji sekaligus ancaman yang dalam bahasa latin diistilahkan dengan Fascinasns et thremedum pada upacara-upacara ritual masyarakat kuno, batu sering digunakan sebagai bahan baku pembuat patung atau arca. arca perlambang dewa-dewa. batu-batu tersebut memberikan sebuah kesan tentang kekuatan  yang tidak bisa dihancurkan.
Candi-candi di Bali atau Jawa pada umumnya terbuat dari batu, pada candi Prambanan di Yogya yang merupakan candi hindu yang terbuat dari batu yang melambangkan kekuatan dari dewa-dewa.

Sejarah dan Waktu Sakral
Eliade menyatakan bahwa penyelidikan para ilmuwan tentang simbolisme yang sakral, catatan sejarah kemanusiaan merupakan kunci utama. catatan sejarah akan memberikan penjelasan kepada kita bagaimana masyarakat yang berbeda menanggapi yang sakral. misalnya  gunung-gunung suci atau sungai gangga di India. bagi masyarakat  primitif kejadian sehari-hari seperti bekerja dan memenuhi kebutuhan hidup adalah sesuatu yang ingin mereka tinggalkan. mereka ingin keluar dari sejarah dan selalu berada dalam alam yang sakral. Eliade mengistilahkan keinginan semacam itu dengan “Nostalgia Surga Firdaus”.
Eliade mengemukakan pemikiran masyarakat archais dalam bukunya The myths of the Eternal Return : Or, cosmos and history, dalam bukunya itu dijelaskan bahwa masyarakat kuno mengakhiri sejarah dan ingin kembali pada satu titik nir waktu ketika sesi dunia mulai diciptakan. masyarakat kuno sangat dipengaruhi oleh misteri kematian, dan menyakini kehidupan ini tidak punya tujuan dan arti sehingga menginginkan sesuatu yang penuh arti, kekal indah dan sempurna. petualangan kehidupan manusia akan tetap berakhir dengan kematian.
Ajaran-ajaran kuno India mengatakan bahwa manusia hidup didunia ini ditakdirkan tanpa harapan, mereka melewati lingkaran kerusakan dan kehancuran, hingga pada akhirnya semua itu lenyap dan segalanya dimulai kembali (reinkarnasi).
Ajaran kelahiran kembali pun terdapat dalam kepercayaan kuno lainnya tetapi dalam bentuk yang berbeda. dalam kalangan masyarakat Yunani kuno dan pengikut zoroaster di Persia, ajaran ini diekspresikan dalam kepercayaan bahwa sejarah manusia hanya terdiri dari satu lingkaran (Daur) yang keluar dari keabadian dan pada suatu saat akan diakhiri untuk selama-lamanya oleh api atau bencana lainnya.. Masyarakat Persia kuno berbeda mereka menganggap bahwa manusia memperoleh kebebasan dengan pengadilan yang diberikan oleh Ahuramazda dewa cahaya dan kebaikan kepada siapa saja yang tidak beriman kepadaNya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar